mengapa saya harus menulis
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tiba-tiba tertarik menuliskan ini
setelah mengintip dan membaca obrolan sahabat Bloofers via chat fb.
(berbakat spionase^^). Yah.., apa alasan saya sebenarnya hingga tertarik
untuk menulis. Hm, setelah saya pikir-pikir tidak ada alasan khusus
mengapa saya menulis. Dipikirkan sedalam apapun, saya hanya bisa sampai
pada kesimpulan kalau saya menulis karena alasan yang sangat sederhana.
Se-sederhana keinginan saya menjalani hidup yang apa adanya. Saya
menulis, sekedar mengumpulkan remah-remah ide agar meletup dan tidak
kadaluarsa. Rasa-rasanya tidak rela membiarkan parade ide berlalu begitu
saja, pun berakhir di tempat sampah. Yah, karena ide adalah mukjizat.
Yang karenanya manusia bisa merasakan hidup yang lebih bergairah bahkan
bersemangat sepanjang hari. Bukankah hidup penuh semangat adalah hal
yang paling menyenangkan. Coba bayangkan, membuat adrenalin terpacu
sepanjang hari, berkompromi dengan motorik kepuasan, beh.., siapa yang
tidak menginginkan itu. Dan lagi, dunia terlalu luas di hati saya untuk
dibiarkan begitu saja. (Owuooo.. gaya bahasanya mulai aneh bin ajaib..).
Ada penulis, ada pembaca..
saya harus menulis??
Jawabannya
singkat, bukan untuk siapa-siapa. Untuk saya yang liberal, menulis
adalah kesenangan dan tidak boleh ada sesuatupun yang membuat saya
berada di bawah tendensi saat menulis. Kepala saya terlalu berharga
untuk diperbudak oleh tanggapan dan keinginan di luar sana.
Saya
tidak tahu banyak tentang dunia tulis - menulis. Semacam sihir,
mendatangi begitu saja, suka begitu saja lalu menulis begitu saja.
Mengakrabi tanpa punya pengetahuan khusus tentang itu. Mungkin ini
alasan, mengapa tulisan saya tidak pernah benar-benar terkotak dengan
jelas, atau lahir dengan jenis kelamin yang pasti, selalu ada
heterogensi, selaput semi permiabel, tak pernah terklasifikasi. Yah, ide
itu alien, aneh bin ajaib. Persis sebutan sahabat-sahabat saya pada
kepala ini yang lebih sering kasmaran dengan pikirannya sendiri.
Hahahhaha.. Ngomong apa saya.
Tentang Pembaca
Okelah,
dalam ranah egoisitas, menulis memang berefek ganda. Memuaskan penulis
atau memuaskan pembacanya. (Saya tidak sedang berbicara ranah abu-abu
untuk memuaskan penulis dan pembaca di saat yang bersamaan). Tulisan
bagi pembaca ada dua, yang menikmati alur ceritanya atau yang menikmati
alur berpikir penulis. (Saya pernah membahas ini di multiply saya). Dan
kebetulan, untuk hal ini, saya termasuk jenis kedua. Jenis yang selalu
kasmaran dengan alur berpikir penulis yang juga berarti termasuk penulis
yang menikmati alur berpikirnya sendiri.
Yapz, pembaca tetap penikmat, itu harga paten
tidak ada nisbi. Tugas penulis membahasakan imaji. Nah, disini poin
pentingnya. Saat penulis mempertimbangkan pembaca, itu berarti ia sudah
berdamai dan teken kontrak untuk tidak akan bebas meng-explore isi
kepalanya. Saya?? Tentu saja tidak rela. Harapan saya, dunia yang begitu
luas di hati saya (lebhay MODE hONg… ^^) harus bebas lepas. Memuaskan
pikiran dan menjadikan setiap centi kata dalam tulisan menjadi asset
berharga alam bawah sadar, atau bahkan menjadikannya investasi berharga
bagi dunia sastra. Wow…, saya bermimpi tentang ini. :DLast but not a least..
Yah, saya menulis. Dengan keterbatasan ilmu dan pemahaman. Sayangnya, saya menggolongkan ini sebagai keterbatasan yang termaklumi. Karena kenapa? Karena saya penganut penulis “liberal”, acuh pada rule, buta pada norma. Asal memenuhi satu syarat “Bukan tulisannya yang liberal, mencekoki pikiran dengan hegemoni atau semacamnya”, bagi saya itu sudah lebih dari cukup. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar